Kamis, 09 Mei 2013

Halalkah Upah Kerja Dakwah?



Ada perbedaan antara honor yang bersal dari baitul maal atau lembaga sosial dan upah, di antaranya : honor bersifat derma (sumbangan) yang tidak ditetapkan jumlahnya  ketergantungan kemurahan hati para penderma atu kondisi keuangan lembaga dan mungkin jga tidak member apa-apa , sedangkan upah merupakan transaksi yang wajib di penuhi oleh kedua belah pihak yang jumlahnya telah ditetapkan dari awal sebelum jasa dipakai tergantung tawar menawar antara pihak pembeli dan pengguna jasa.
Adapun upah yang disepakati dari awal antara pendakwah dan pengguna jasanya, seperti: seorang guru mengajar Alquran atau mengajar ilmu-ilmu keislaman dengan mensyaratkan honor lima puluh ribu rupiah setiap kedatanagnnya, atau seorang pendakwah mensyaratkan dari awal honor lima ratus ribu rupiah untuk sekali ceramah agama yang bila honor tersebut tidak mampu dipenuhi  pihak pengguna jasa, pendakwah menolak untuk memberikan ceramah , hukum kehalalan upah ini diperselisihkan oleh para ulama.
Pendapat pertama: Para ulama dalam mazhab Hanafi dan Hambali mengharamkan upah yang di tentukan dari semula sebagai imbalan jasa dakwah yang disampaikan.
Para ulama ini berpegang kepada beberapa dalil:
1. ayat alquran dalam surat ( Al an’aam: 90), (Huud: 29),( Huud: 51), (As Syu’ara: 164), (As Syu’ara: 180), ( Yasin: 20-21) bahwa para Nabi tidak minta upah kepada umatnya atas dakwah yang mereka sampaikan.
Tanggapan: Dalil ini tidak kuat, karna dakwah para nabi tersebut ditunjukan kepada orang non muslim yang memeng tidak akan mau memberikan upah. Dan juga dalam ayat – ayat tersebut  tidak ada larangan andai orang – orang yang menerima dakwah tersebut memberikan upah.
2. Firman Allah ta’ala yang melarang menjual ayat –ayatnya dengan harga dunia dan melarang menyembunyikan petunjuk, sedangkan menolak memberikan dakwah tampa imbalan yang disepakati sebelumnya termasuk menjual ayat dan menyembunyikan petunjuk. Di antara ayat-ayat tersebut:
Firman Allah ta,ala dalam surat (Al Baqoroh: 41), (Al Baqoroh: 159) yang artinya:
(Dan janganlah kamu menukarkan ayat-ayatku dengan harga yang rendah) Al Baqoroh: 41
(sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah kami turunkan berupa keterangan- ketrangan (yang jelas) dan petunjuk , setelah kami menerangkannya kepada manusia Al-Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan di laknati (pula) oleh semua (makhluk )yang dapat melaknati” ) Al Baqoroh: 159
Tanggapan: Dalil ini juga tidak kuat , karna maksud ayat di atas bila seorang telah menjadi fardhu’ain baginya untuk menyempaikan dakwah, seperti: dia berada di lingkungan yang sama sekali tidak ada orang yang mampu menyampaikan dakwah dan menagjar Al Quran kecuali dirinya, dalam kondisi ini memang di haramkan dia menerima upah, karna dia melakukan hal yang wajib sebagai seseorang yang melakukan sholat wajib, tidak mungkin dia berhak menerima gaji atas amalan sholatnya.
3. Hadist Nabi shalallahu alaihi wa sallam yang melarang makan upah mengajar Alquran, Nabi shalallahhu alaihi wasallam bersabda yang artinya :
Bacalah Al qur’an, dan jangan terlalu berlebihan,jangan terlalu lalai, jangn makan upah mengajar Al qur’an, dan memeperbanyak harata melalaui mengajar Al qur’an “ (HR. Ahmad, dishahihkan oleh ibnu Hajar).
Pendapat kedua : Para ulama dalam mazhab Maliki dan Syafi’i membolehkan menarik upah kerja dakwah. Mereka berpegang kepada beberapa dalil:
-          Diriwayatkan dari ibnu abbas bahwa sekelompok sahabat Nabi melewati sebuah perkampungan, lalu orang kampung tersebut meminta mereka untuk mengobati kepala suku mereka yang terkena sengatan hewan berbisa, para sahabat mau mengobati dengan syarat orang kampung itu memberkan imbalan beberapa ekor kambing, setelah terjadi kesepakatan, salah seorang sahabat mengobatinya dengan membaca surat Al Fatihah, seketika itu juga si sakit langsung sembuh dan mereka memenuhi akad serta memberikan beberapa ekor kambing yang di sepakati, sebagian sahabat menolaknya, karna mengambil upah dari bacaan Al qur’an
Sesampainya di madinah mereka mengadukan hal tersebut kepada Nabi shalallahu alaihi wasallam  bersabda yang artinya:
“Sesungguhnya upah yang paling pantas untuk kalian terima adalah imbalan Al qur’an”  (HR. Bukhori)
-          Diriwayatkan dari Sahl bin Sa’ad radhiyallahu’anhu seorang wanita menawarkan dirinya untuk dinikahi Nabi shalallahu alaihi wasallam, akan tetapi Nabi shalallahu alaihi wasallam tidak berniat menikahinya
Maka salah seorang sahabat meminta kepada Nabi shalallahu alaihi wasallam untuk menikahi wanita tersebut dengan dirinya.
Lalu Nabi shalallahu alaihi wasallam memerintahkan sahabat tersebut untuk mencari maharnya, namun dia tidak memiliki apa – apa.
Maka Nabi shalallahu alaihi wasallam menanyakan apakah dia hafal beberapa surat Al qur’an. Dia menjawab “hafal beberapa surat”  
Maka Nabi shalallahu alaihi wasallam bersabda yang artinyaa:
“kami telah menikahkanmu dengan perempuan tersebut, dengan mahar mengajarkan wanita itu beberapa surat Al qur’an yang engkau hafal” (HR. Bukhori dan Muslim).

Dari hadist ini di pahami bahwa upah mengajar Al qur’an halal sehingga bisa dijadikan mahar layaknya emas, perak dan lain-lain


Dari dua pendapat di atas dengan argumen masing – masing, sebagia ulama mencari jalan tengah, yaitu tidak di benarkan mengambil upah berdakwah, kecuali untuk menutupi biaya kebutuhan pokok pendakwah dan keluarga yang menjadi tanggungannya. Karena bila sama sekali diharamkan, dikhawatirkan akan langkanya orang yang mau mengajar, mendakwah dan menyiarkan agama Allah karna para juru dakwah tersebut di disibukan oleh aktifitas keseharian mencari nafkah. Hal ini mungkin akan berakibat buruk terhadap generasi selanjutnya, mereka tidak lagi memahami agama Allah karna tidak ada lagi orang mengajarinya
Dan bila dibolehkan tanpa syarat yang berarti  dibolehkan mencari kekayaan sebanyak – banyaknya dengan profesi sebagai pendakwah, seperti fenomen sekarang dimana seorang ustadz ternama tidak mau memberikan pengarahan agama bila imbalannya kurang dari sekian juta, hal ini jelas bertentangan dengan hadist yang melarang memperbanyak harta dengan mengajarkan Al qur’ar
Dengan demikian pendapat ini cukup kuat, yakni boleh mengambil upah kerja dakwah untuk menutupi kebutuhan pokok, maka bila seorang juru dakwah memiliki penghasilan lain atau memiliki harta yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok diri sendiri dan keluarga, seyogyanyalah iya tidak mengambil honor yang di berikan jamaah yang di kumpulkan oleh mereka rupiah demi rupiah agar mendapat siraman rohani dari seorang ustadz, sedangkan ustadz yang menerima honor tersebut bergelimang harta.


Diambil dari Kitab HARTA HARAM MUAMALAT KONTEMPORER”
Karya : DR. ERWANDI TARMIZI Hafidzahullah

8 komentar:

  1. sudah jelas2 ayatnya berbunyi seperti itu, Rasulullah pun tidak pernah mencontohkan, sebaiknya tidak usah dicari2lagi pembenaran yg bertentangan dgn Alquran.

    BalasHapus
  2. Mohon izin bertanya, jika seandainya memang dibolehkan mengambil upah dari berdakwah berdasarkan dalil hadits ini "Sesungguhnya upah yang paling pantas untuk kalian terima adalah imbalan Al qur’an” (HR. Bukhori), dimana disebutkan menerima imbalan alquran adalah upah yang paling pantas tentunya para sahabat yang terkenal selalu ingin menjadi yang terbaik tentu akan berbondong-bondong mengajarkan al-quran karena disabdakan oleh Rasul itu adalah upah yang paling pantas. Namun kenyataannya setelah keluarnya hadits itu tidak ditemukan catatan sejarah yang menyatakan para sahabat beralih profesi menjadi pendakwah al quran. Atau saya yang belum tahu sejarahnya ya? Miris ngeliat dakwah sekarang yang bertarif profesional....dakwah seperti kehilangan wibawanya...
    Tapi saya setuju dengan kesimpulannya...itu kesimpulan yang bijak

    BalasHapus
  3. Assalamualaikum.
    Pendakwah yang mendapat upah tentu pahala dakwahnya berkurang. boleh saja bekerja sebagai penjual ilmu agama dan tidak berdosa. Boleh saja jangan berlebihan kalau ada kelebihan dibuat lagi untuk modal dakwah sendiri yang tanpa upah. Bila berlebihan dapat menimbulkan sifat orang lain ingin mencari penghidupan dari dakwah seperti si pendakwah. Jangan sampai orang lain disuruh ikhlas dalam bersedekah karena mencintai Allah sementara dirinya yang panen, maka sungguh dosa besar. Jangan sampai kita banyak memberi contoh kesederhanaan hidup orang yang dimuliakan Allah sementara dirinya tidak menjalankan perbuatan orang yang dimuliakan tersebut. Apa dosanya menganjurkan ummat agar lebih mementingkan akhirat sementara dia tidak melakukannya ?
    Renungkan. Ada pendakwah dan ummat sama kekayaannya kemudian keduanya melakukan perbuatan sedekah senilai Rp 1000, Pahala siapakah yang lebih besar ? Tentu pahala si umat yang lebih besar, seharusnya si pendakwah lebih besar perjuangan pengorbanan dijalan Allah sebagai teladan. Begitu juga bila sipendakwah dan ummat sama sama melakukan zina maka dosa pendakwah lebih besar. dan Apa dosanya pendakwah menganjurkan kebaikan sementara dirinya tidak melakukan kebaikan itu.
    Mohon maaf bila terdapat kesalaahan. Ya Allah Ampunilah saya dan seluruh hamba hambamu , karena pengampunanMulah yang membuat kami lepas dari siksa neraka. Tidak ada daya dan upaya yang bisa berhasil tanpa Engkau merestuiNya Dan Ampunilah atas pertambahan ilmu kami namun sedikit yang diamalkan. Amin
    terimakasih saudaraku telah memberi ruang komentar. wassalamalaikum.

    BalasHapus
  4. menjadi dai bukan untuk cari kaya tapi ikhlas karena Allah, kalau berdakwah mengharapkan upah seperti dai selebritis atau artis dai itu hukumnya haram kalau tidak sanggup bayar maka dai tersebut tidak mau. Menjual ayat Al Quran demi upah itu juga haram hukumnya. Kita mencontoh saja Rasulullah SAW nggak usah pakai Mazhab2 yang nggak jelas

    BalasHapus
  5. adakah para nabi mengambil upah?
    adakah para sahabat mengambil upah?
    kalau untuk ekonomi mereka paling susah...
    makanan..rumah...penghasilan....?
    kenapa kita tdk contoh abu hurairah..ibnu abbas..adakah pada pengajian mereka uang transport...adakah uang pengganti...ini..itu...menjual ini dan itu...

    lihat pd diri diri dai di akhir jaman ini(tdk semua)...secara sadar dan tidak sadar mereka terseret dalam materi..mereka menciptakan kondisi materi..
    .sekolahan ..pondok 1/2 jt perbln belajar beli kitab..cetak majalah cetak buku mana yang gratis..sehingga jika dia melihat anak anak mereka yg tdk mampu sekolah apakah mereka menangis seperti kami?..

    BalasHapus
  6. Yang jelas bahwa dakwah jangan dikomersilkan, karena balasan dari Allah jauh lebih besar, baik balasan di dunia maupun di akhirat. Seperti tersurat dalam surat al-Mu’minuun [23] ayat 72:

    أَمْ تَسْأَلُهُمْ خَرْجًا فَخَرَاجُ رَبِّكَ خَيْرٌ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ

    Atau kamu meminta upah kepada mereka? Padahal upah dari Tuhanmu juah lebih baik, dan Dia adalah Pemberi rezeki Yang Paling Baik.

    BalasHapus
  7. Saudaraku, siapapun yg tau tolong jawab. Kalau toh misalkan ustadz itu tidak meminta bayaran, tapi orang2 dgn sukarela memberikan amplop pada orang itu gimana hukumnya ? Ustadznya ikhlas mengajar, namun ia juga butuh biaya untuk hidup.

    BalasHapus
  8. Assalamualaikum Wr Wb.
    Mangambil upah dari dakwah menyebabkann pahala dakwahnya berkurang bahkan menjadin dosa tergantung niatnya. Rasulullah banyak mengeluarkan dana dalam berdakwah yang dimulai beliau sendirian ditengah kejahiliaan hingga menguasai madinah dan mekah.
    Maaf bila ada kekurangan dalam penyampaian mudahan Allah memberi petunjuk pada kita. Amin.

    BalasHapus